Adakah Al-Qur’an Mengajarkan Kita Melaknat Sahabat Rasul?

Oleh: Geys Abdurrahman Assegaf Lc.

Setelah membaca Buku konsep laknat dalam Al-Qur’an yang ditulis oleh seorang Syi’i dengan mengutip ayat Al-Qur’an yang artinya :Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan dari keterangan-keterangan dan pertunjuk hidayah, sesudah Kami menerangkannya kepada manusia di dalam Kitab Suci, mereka di dalam Kitab Suci, mereka itu dilaknat oleh Allah dan dilaknat oleh sekalian makhluk..” (AlBaqarah : 159)

Maka  izinkan saya memberikan beberapa komentar singkat:

1.  Kesalahan konsep laknat dalam syi’ah dengan membawa ayat-ayat Al-Qur’an menurut saya; Disitu Allah swt yang melaknat, tidak ada perintah yang sharih dan tidak disebutkan dengan shighat amr  (perintah) bagi manusia untuk melaknat. Dalam hal ini Imam Fakhruddin Ar-Razi menafsirkan ayat 159 dari surat Al-Baqarah dalam kitabnya Mafatih Al-Ghaib, merajihkan (Mengunggulkan) pendapat yang membawa ayat tersebut kepada keumumannya, bahwa yang dimaksud disana adalah manusia secara umum, dan bukan orang yahudi sebagaimana riwayat dari sayyiduna Ibnu Abbas ra.

Jika dikatakan siapa yanag berhak melaknat, maka termasuk nabi dan orang-orang shalih adalah dari mereka yanag berhak, bahkan bercabang kembali apakah jamad  (Benda mati) juga bisa melaknat, karena matahari dan bulan pernah bersujud kepada Sayyiduna Yusuf As, dan ayat-ayat lain yang disebutkan mudzakkar dan bukan muannats, dimana penyebutan jenis tersebut dimaksudkan bahwa yang disebutkan adalah ‘berakal’.  Jadi sebenarnya perintah untuk melaknat secara sharih  dan Qath’iy itu tidak ada. Serta tidak mesti harus manusia yang melaknat, karena ‘benda mati’ pun bisa melaknat, dengan catatan jika orang tersebut memang berhak untuk dilaknat. Tapi ternyata para Nabi tidak gemar melaknat.

2. Secara tinjuan diskursif psikologis dan kesehatan, melaknat juga menimbulkan rangsangan depresif kepada syaraf-syaraf tubuh. Mwlaknat berpotensi menimbulkan stress serta menjadikan imunitas tubuh melemah dari gangguan penyakit, serta membuat akal jadi tidak stabil dalaam membuat keputusan. Kondisi seperti ini diharamkan oleh para Ulama bagi seorang Hakim (Qadhi) untuk membuat keputusan. Karena siapapun yang dikuasai amarah tidak akan bisa berlaku objektif. Namun sebalinya, banyak sekali perintah dari Allah swt dan Rasul-nya untuk memaafkan satu sama lain, dan tidak gemar mencari persengketaan atas apa yang terjadi pada ummat yang hidup sebelumnya. Hingga manusia dapat fokus memperbaiki masa depannya. Jadi sebenarnya ayat ini datang sebagai peringatan, agar manusia tidak menyembunyikan dengan sengaja apa yang diajarkan Allah swt kepadanya, dan bukan perintah ataupun mubarrir (Justifikasi) agar manusia dibebaskan untuk melaknat.

3.  Jikapun dipaksakan ada, lantas di dalam Al-Qur’an (yang menjadi mihwar al-jadal disini) para sahabat Rasulullah saw tidak pernah disebutkan bahwasannya mereka harus dilaknat. Jika dikatakan sayyiduna Abu bakar, Umar, ustman, Thalhah, Zubair, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhum dst bahkan semua sahabat itu terlaknat maka hal tersebut tidak relevan karena sistem pengajaran Nabi saw kepada ummatnya adalah melalui sahabat-sahabatnya, sebagaimana Malaikat Jibril as adalah perantara Allah swt kepada Rasul saw. Apakah dengan serta merta kita tidak mau mempelajari sirah-sirah nabi dengan para sahabat-sahabatnya. Apakah kita lantas menutup mata atas permasalahan-permasalahan fikih karena kebencian yang tidak mendasar dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan sahabat Rasulullah saw yang sangat memuliakan keluarga Rasul saw?

Lantas apakah benar Para Sahabat membenci keluarga Rasulullah?

4. Para Sahabat Rasul saw sangat mencintai keluarga Rasulullah saw: Hendaklah kita renungkan Riwayat-riwayat dibawah ini:

a. Diriwayatkan Dari sayyidah ‘Aisyah Ra, “Sesungguhnya Abu Bakar berkata, “Sesungguhnya kerabat Rasulullah saw lebih aku cintai dari kerabatku sendiri.” (HR. Bukhari 3730)

b. Dari Ibnu Umar ra dari Abu Bakar ra beliau berkata, “Perhatikanlah Nabi Muhammad saw pada ahlul baitnya.” (HR. Bukhari 3436)

Hingga sayyiduna Umar pun bertawassul dengan Abbas, paman Rasul saw. Tidak mungkin pula para sahabat yang kaya tergiur dengan harta, karena justru mereka sangat zuhud dalam memimpin dan mengutamakan kepentingan rakyat arab dan non-arab, yang menjadi titik tolak bagi perluasan kalimat Tauhid dan ajaran Ilahi melalui Tanah Syam, Irak,dan Mesir.

Dalam masalah fikih kehidupan  para sahabat sangat berjasa dalam menyambungkan tali-temali pengajaran dalam periwayatan yang tsiqat. Contoh sederhana, asal masalah batasan sedekah, hadiah, ataupun wasiat seseorang sejumlah 1/3 dari harta kepemilikan adalah dari sa’d bin abi waqqash, lalu ribuan periwayatan sayyidah A’isyah yang berisikan ajaran Rasulullah saw mulai dari ibadah hingga  kehidupan berumah tangga. Sistem wakalah dalam transaksi jual beli yang saat ini digunakan, adalah dari sahabat ‘Urwah Al-Bariqy yang menjadi wakil pembelian kambing bagi Rasulullah saw dimana ‘Urwah meraup keuntungan dari akad tersebut hingga Rasulullah saw pun mendoakan keberkahan pada tangan kanan ‘Urwah,  serta ribuan hukum serta hikmah kehidupan yang diajarkan oleh Rasulullah saw kepada sahabat-sahabatnya? Lantas masuk akalkah jika didakwa bahwasannya periwayatan ‘yang benar’ baru datang ratusan tahun setelahnya oleh Ibnu ya’qub Al-kulaini serta menihilkan para sahabat yang sudah jelas-jelas hadir dan berjuang bersama Rasulullah saw apalagi melaknat mereka? Tentunya disini kita akan bertanya-tanya, kok bisa tiba-tiba kita diperintahkan melaknat tanpa ada kevalidan argumen dan akal sehat?

5. Lalu pakah kita tidak merasa aneh tiba-tiba kita diperintahkan untuk melaknat sayyiduna Abu bakar mengamankan mereka dari para bughat dan ahlu riddah (pemberontak dan orang-orang murtad), sayyiduna umar membebaskan tanah-tanah mereka dari penguasa dzalim, mewakafkan tanah  fay‘ syam, irak, dan mesir,  serta mempersaudarakan bangsa-bangsa? Jadi apakah benar tindakan melaknat manusia-manusia pilihan seperti mereka dan mereka dianggap menutupi perintah Agama? Islam berkembang pesat justru karena jasa-jasa mereka. (Untuk lebih bisa memahami komentar yang saya tulis, mohon baca tulisan saya: Sistem Pemerintahan Dan Keuangan Pada Masa Umar bin Khattab Ra Bag. 1 dan 2)

6. Kemudian tidak ada salahnya jika kita mulai bertanya bertanya kepada diri kita sendiri sendiri, apa saja jasa yang sudah kita buat  dibandingkan mereka untuk Agama Islam? Apakah kita hadir pada zaman Rasulullah saw, melindunginya, berhijrah bersamanya, memperjuangkan Islam dengan harta, raga, bahkan jiwa mereka semata-mata karena mencintai Allah swt dan Rasul-Nya?  Tidak, dan apa yang kita perbuat sampai saat ini adalah nol besar. Kegemaran dan hobi kita justru menimbulkan perpecahan antar Ummat Islam, bukan? Lantas mengapa kita berani dan berbangga diri dengan melaknat mereka?

7. Rasulullah saw membesarkan Islam tentunya tidak sendirian dan tidak pula ia berperang hanya dengan keluarganya ‘alayhim al-shalat wa al-salamyang cuma sedikit sekali. Jadi sebenarnya sungguh aneh sekali rasanya jika ada klaim dan pembenaran untuk melaknat para sahabat Rasulullah saw. Bagi seorang syi’i yg sangat berpegang kepada rasio maka ia akan mengedepankan objektifitas. Dan tentunya ia akan berfikir terlebih dahulu sebelum menghabiskan energi melaknat, ataupun membenarkan perilaku tersebut kepada para pejuang agama Islam yang sebenarnya, yaitu para sahabat dan keluarga Rasulullah saw.

8. Masalah yang lain, bahwa ayat tersebut juga membahas tentang ‘kitman‘ yang disini ada 2 pendapat. Yang pertama, ayat tersebut ditujukan kepada umum (‘Aam), siapa saja yang menyembunyikan  perihal agama dalam kondisi yang sebenarnya memungkinkan baginya untuk menjelaskannya (Kitman). Yang kedua, khusus kepada orang yahudi saja yang menyembunyikan tanda-tanda kenabian Rasulullah saw yang tertera dalam kitab suci mereka. Namun imam Ar-razi merajihkan yang pertama. Jadi Taqiyyah sebenarnya bisa dikatagorikan kitman  yang dilaknat. Karena dalam diskursus ilmu ushul fiqh, Dharurat atau Masyaqqah (Darurat dan Terdesak) yang salah satu jenisnya adalah Ikrah (paksaan), adalah bentuk paksaan yangdiakui syariat  terbagi kepada 2 macam:

1. Mulji’ dan 2. Ghairu Mulji‘, Mulji’ yakni Paksaan yang dapat menghilangkan nyawa atau anggota badan, Ghairu Mulji’ paksaan dalam bentuk yang lebih ringan misalkan pukulan dsb.  (Insya Allah akan ada tulisan khusus mengenai hal ini)

Apakah yang membuat Saudara-saudaraku yang Syi’ah merasa terancam sehingga mereka harus Bertaqiyyah? Sedangkan Taqiyyah sendiri terbantah secara otomatis dengan ‘Ayat Laknat’ yang mereka bawakan?

9. Jika Sayyiduna Umar dan Abu Bakar dikatakan mendobrak pintu rumah sayyidah Fathimah ra, akankah sayyidina Ali akan tinggal diam dan bertaqiyyah? Tuduhan seperti ini hendaklah kita insafi dengan akal sehat, bukan dengan emosi.

10.  Lantas timbul pertanyaan; Apakah ada yang berani mengklaim bahwa sayyiduna Ali adalah seorang pengecut, ahli kitman, serta pembangkang perintah Rasulullah saw sebagaimana wajib hukumnya untuk menjalankan perintah Rasulullah saw sebagaimana disebutkan didalam Al-Qur’an (Wa maa Ataakum Ar-rasul Fa Khudzu wa Maa Nahaakum ‘Anhu Fantahuu),  jika saja memang beliau ditunjuk secara wasiyat sebagai khalifah sebagaimana klaim syi’ah? Hal itu tentu saja tidak mungkin. Adakah diantara kita yang berani berkata demikian?

Kesimpulan .

Meskipun singkat, saya harap kita semua bisa melebih mengedepankan Ukhuwwah diatas Baghadhah. Persaudaraan diatas permusuhan. Di Indonesia Ahlusunnah adalah mayoritas, mereka sangat mencintai Sahabat-sahabat Rasulullah saw sebagaimana mereka semua sangat mencintai keluarga Rasulullah saw. Hendaklah kita tidak membuat langkah provokatif dan tidak mudah terprovokasi jika ada yang memerintahkan untuk kita melaknat para Sahabat Rasulullah saw. Janganlah anda menyalahkan wahabi dan khawarij yang gemar membid’ahkan Ahlusunnah, namun anda juga melaknat orang-orang mulia yang dicintai oleh segenap Ahlusunnah dimuka bumi ini. Kita semua ingin hidup damai dalam toleransi dan kasih sayang bukan? Kita bisa berkasih mesra dengan non-moslem sebagaimana Rasulullah saw tunjukkan di madinah, lalu mengapa dengan ahli syahadat kita berlaku keji terhadap mereka?

Hikmah dari begitu banyaknya ayat-ayat yang mutasyabihat dan keterbatasan naql asbabunnuzul (Al-asbab milik Al-wahidy 472 ayat dan Al-Suyuthi 888  ayat, dibandingkan 6236 ayat yang terkandung didalam Al-Qur’an yang Mulia, tentunya bukan jumlah yang sebanding), membuat saya teringat firman Allah swt bahwa Ia mampu menjadikan Ummat ini Satu, namun Allah swt tidak menjadikannya demikian. Disinilah berjalan Sunnatullah. Dan pada titik ini pulalah manusia diberikan akal fikiran untuk berfikir sebelum memutuskan.

Hendaknya buka mata hati dan fikiran kita agar tidak mudah terbawa emosi lantas melaknat orang-orang yang berjasa kepada Agama Islam ini, hingga kita sekarang bisa menjadi muslim, semata adalah karena perantaraan mereka. Mengapa mesti mengotori mulut kita dengan kata-kata umpatan kepada mereka? Apakah benar emosi yang diperturutkan? Ketika sudah demikian maka tak ayal lagi perpecahan ummat ini semakin kentara setelah Kasus-kasus sebelumnya di dalam negri seperti sampang dst (yang ‘masih segar’ dalam skala internasional adalah Irak dan fatwa Ali Al-sistani yang mengharamkan pernikahan antara ahlusunnah dan syi’ah karena mengundang murka Allah, padahal di irak ada  2.000.000 pasangan sunnah dan syi’ah).

Adalah sebuah keniscayaan bahwasannya akal memang diberikan porsi oleh Allah swt sebagai salah satu Sunnah Ilahiyyah, agar manusia berlomba-lomba untuk mencapai ridha Tuhan dengannya, serta tidak menyia-nyiakan keberadaanya. Tanpa perlu menarik pembahasan kedalam ranah teologis apakah wajib sifat Adil bagi Allah swt. Namun paling tidak kita tidak perlu berpartisipasi dalam permusuhan antar warga negara. Masih banyak kok persamaan kita. (Untuk menyegarkan fikiran dari perdebatan dan permusuhan, mohon baca tulisan saya: Islam dan Risalah Universal dan Ganjaran Allah swt Bagi Yang Meninggalkan Berbantah-Bantahan)

Allah swt berfirman: “Sesungguhnya kalian (manusia ) Itu Tidak Diberi Ilmu Melainkan Sedikit.”

Semoga kita diberikan keselamatan dunia akhirat, baik keselamatan syari’ah dan juga aqidah oleh Allah swt. Amin Amin Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

4 thoughts on “Adakah Al-Qur’an Mengajarkan Kita Melaknat Sahabat Rasul?

  1. Menarik Bib..

    Ada dalil pelaknatan kepada sebagian sahabat ini dikatakan sebagai bentul counter terhadap kedurhakaan mereka kepada Rasul. Namun, ik dilihat lebih jauh, justru pemantik pada masanya itu lebih kepada isuisu politis dan manusiawi dibandingkan isu akidah. Ini terlepas dari terhadap siapa laknat diberikan, aktifitas lankat melaknat sendiri sudah tidak islami jika dilakukan muslim biasa (baca: bukan nabi)

  2. Benar sekali. relevansi hukuman laknat kepada Rasulullah saw saja masih menjadi perdebatan antara para ulama kontemporer, karena sistem kita sudah bukan khilafah apalagi daulah, ini menimbang sang pelaknat ada di negri asing. Jika di negri muslim, tentu saja melihat kapasitas ada tidaknya sistem khilafah dan qadha’ itu sendiri. Allahu a’lam.

  3. Lantas apakah benar Para Sahabat membenci keluarga Rasulullah?

    Tidak benar. Para Sahabat sangat mencintai keluarga Rasulullah saw.
    Abu Bakar siddiq ra bernah berucap: “demi jiwaku yg berada di TanganNya: keluarga Rasul lbh aku sukai utk aku sambung silaturrahmi daripada kerabatku sendiri. Umar ra bahkan menikahi putri Fatimah Azzahra… Jd sayyidina Umar ra adl mertua Rasulullah saw sekaligus menantu sayyidina Ali ra.

Leave a comment